Curcol Yaa.. ^^


posted by Shabra Shatila on

2 comments



Huaaa,,, hari ini sedang sangat tidak jelas Sist! Jadi binun mau nulis apaan. Otaknya lagi mampet. Setak. Setelah berkelindan dengan dunia keabu-abuan akhir taun anggaran, sepertinya butuh sedikit istirahat. Sehari saja. Namun apa daya,, tahun baru masi setengah purnama lagi.. Jadi ya biarkan saja saya menceracau sedikit di sini untuk melepas gumpalan-gumpalan emosi yang menggelayut di langit hati ;p

Setelah berhari-hari disibukkan dengan dinas liar, akhirnya terantuk di depan komputer mengurus segala tetek bengek tentang pertanggungjawaban keuangan. Jam kerja yang selalu panjang di hari-hari terakhir menjelang tutup tahun karena hampir selalu pulang menjelang pukul 10 malam. Dan PR-nya adalah: kenapa selalu seperti ini setiap tahun? Hal yang berulang itu bukannya harus bisa disikapi dari awal? Tapi embuhlah, semuanya nampak ngga begitu penting lagi. Saat tumpukan berkas sudah menutup meja kerja dengan sempurna. Yang ada dalam pikiran cuma cepat selesaikan, dan segera pulang. Enough!
Deathline. Ya semuanya nampak seperti garis kematian. Jika bisa dilukiskan mungkin warna aura di Desember ini pasti hitam pekat. Berjelaga. Berkerak. Hahay, lebay ding. Tapi setelah dipikir-pikir pasti bukan karena ritme pekerjaan yang terlalu cepat yang membuat diri ini begitu sangat kelelahan. Pasti ada faktor lain. Tapi karena untuk menikmati menghirup nafas dengan normal dan membiarkan jantung berdetak biasa saja sedang tidak mungkin, maka ya analisisnya akan ditunda diwaktu lain saja :D

Mungkin tidak hanya saya yang merasakan hal ini. Ratusan, ribuan, ratus ribuan buruh bergaji di luar saya pun mungkin sedang merasakannya juga. Karena teman saya yang di AR Pajak pun merasa bahwa tugas mereka di sana adalah menangani pekerjaan dari A sampai R. Dan sekarang malah sampai S karena ada Sensus Pajak Nasional. Hehehe… Ya begitulah, jika bukan karena ada sesuatu yang lebih besar yang saya perjuangkan di sini, mungkin saya akan dengan senang hati memilih keluar dari instansi ini. Memilih pekerjaan dengan gaji ‘seadanya’ yang benar-benar saya nikmati. Tapi saya sudah mengikrarkan 'jual beli' secara pribadi kepada Rabb saya. Dan saya ingin menjaganya. Sampai saya benar-benar tidak lagi merasa mampu memikulnya. Dan saya yakin akhir itu ada pada kematian saya. InsyaAlloh..

Saya terlalu serius memandang hidup ya?? Hehe,, bisa jadi benar begitu adanya. Saya melihat rekan-rekan saya dikantor masih punya banyak waktu untuk menikmati dunianya. Bisa begitu cueknya dengan pekerjaannya. Bisa dengan senang hati melempar pekerjaan kepada orang-orang yang dianggap senang bekerja seperti saya. Sehingga saya menjadi tong sampah terakhir pembuangan kerjaan yang sudah tidak mau dikerjakan orang. Selalu diberikan bagian pekerjaan yang jauh lebih banyak dari apa yang seharusnya saya kerjakan. Bukan, bukan karena marah atau kecewa saya menuliskannya. Hanya saja saya merasa hal ini adalah salah. Dan kesalahan itu akan masuk ke dalam rekening akhirat saya karena bagaimanapun saya seharusnya bisa merubah pola pikir orang-orang yang ada di sekitar saya. Tentang tanggung jawab terhadap pekerjaannya. Tentang gaji besar yang seharusnya ada imbal balik yang besar pula dari masing-masing pribadi untuk kemajuan bangsa ini. Selama ini mereka menganggap gaji itu adalah hak mereka, namun mereka selalu lupa memberikan kewajibannya dengan secukupnya.

Saya sering merasa bakal cepat tua bekerja di sini. Terlalu banyak hal yang memenuhi pikiran saya sedang saya tidak tau harus membenahinya mulai dari mana selain dari diri saya. Anak-anak baru yang begitu cepat terwarnai dengan pola lama. Reformasi birokrasi yang dikemas begitu indahnya dalam tataran konsepsi namun masih mandul di tataran teknis aplikatifnya. Peluru-peluru yang tadinya tajam dan kritis di kampus dan di awal masa kerja, begitu saja merubah haluannya setelah sekian bulan dibenturkan arogansi dunia birokrasi. Ada yang berubah menjadi begitu apatis dan ada pula yang menjadi begitu adaptif. Setiap orang merasa sedang berjuang sendiri. Dan setiap orang merasa punya alasan untuk mengambil kebijakan pibadi. Yang pada akhirnya mereka hanya berpikir bagaimana untuk bisa menyenangkan dirinya sendiri.

Rindu. Mungkin gesekan dawai kecemasan dan kepenatan jiwa ini akan melahirkan melodi itu. Ya saya merindu.. bening keikhlasan jiwa-jiwa yang berjuang semata hanya untuk-Nya.. Ketundukan penuh pada-Nya yang tidak didempul dengan gincu-gincu deretan titel dan strata.. Gerak ayun langkah bersama mencapai surga yang tak dibedaki dengan ambisi-ambisi pribadi yang mengelabui..

Ya Rahman,, sungguh saya sedang sangat merindui mereka…
---
Love Note :
Buat Mbakyuku yang lagi kena cacar api,, syafakillah.. semoga bisa menjadi penggugur dosa sebagaimana api yang mampu menggugurkan karat pada besi. Maaf sedalam-dalamnya belum bisa datang dan berbagi senyuman (minta dibagi senyuman ding.. ;p). Maaf belum (dan mungkin tidak akan) sms juga, karena saya malu belum mampu memenuhi kewajiban sebagai saudari.. Cepet sembuh mbak sayang..

2 comments

Leave a Reply