Banggakah dengan kemuslimanmu?


posted by merah langit

No comments

Apa yang dapat kau banggakan dengan kemuslimanmu? Sholatmukah, sedekahmukah, puasamukah, kesabaranmukah, kejujuranmukah, keemampuanmu dan kecerdasanmukah? Seberapa banyak manfaat yang dapat kamu berikan untuk orang-orang di sekitarmu? Seberapa besar kebanggaan yang dapat kamu berikan dengan embel-embel muslim di dahimu.


Menjadi muslim, apa yang membanggakan kecuali kemusliman itu sendiri. Namun terkadang muncul banyak pertanyaan, kenapa orang-orang muslim kalah dalam persaingan.

Kalo saya sendiri saya seringkali malu dengan identitas kemusliman saya. Bukan saya malu menjadi muslim. Tapi saya malu belum dapat memberikan kebanggaan apapun. Otak saya biasa-biasa saja ditambah bahwa saya demikian pemalasnya sehingga kerap tersingkir dari persaingan. Dalam satu kelas bahasa yang didominasi orang nonmuslim, saya kalah dari mereka. Dari ketekunan, dari kemampuan. Membuat saya merasa telah mempermalukan kemusliman saya. Saat mereka begitu tekun, saya sibuk bercerita, tertawa-tawa. Hidup terasa begitu santai untuk saya, sepertinya tidak untuk mereka.

Pun di kantor, seringkali tidak becus bekerja, pelupa. Banyak pekerjaan yang hanya dikerjakan setengah-setengah. Hal-hal yang membutuhkan totalitas pun seringkali luput dari ingatan, dari upaya keras.

Dalam lingkungan sosial mau tidak mau kita dituntut meningkatkan kemampuan “duniawi” (saya sebut duniawi, meskipun pada dasarnya semua hal yang kita lakukan adalah untuk beribadah). Kemampuan duniawi inilah yang kita tunjukkan kepada orang lain. Kemampuan-kemapuan inilah yang dipandang oleh orang lain.

Apakah kita dapat berbangga diri sudah rajin sholat ke masjid, tidak pernah bolong, tapi pekerjaan kantor tidak beres, tidak dapat memenuhi tenggat waktu dari atasan. Atau sudah ahli memberi ceramah namun dalam keseharian nyata berakhlaq yang tidak terpuji. Atau berjilbab besar, berjenggot panjang namun wajah jarang disapu senyuman, kehadirannya mengusik orang, membuat orang merasa tidak senang, bahkan seringkali berang.

Apa yang dapat dibanggakan kalau begitu…

Meski demikian, bukan berarti kita boleh menunda sholat dengan alasan pekerjaan yang belum selesai, tidak datang ke kajian karena kelelahan berjibaku dengan tumpukan kewajiban.

Keseimbangan,,

Bukankah itu yang senatiasa dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya…

Senantiasa menjadi yang pertama untuk memenuhi panggilan dari Allah, apapun bentuknya. Shalat, zakat, sedekah, berjihad…

Bagaimana Umar bin Khattab yang menyedekahkan kebunnya untuk fakir miskin karena tertinggal sholat ashar berjamaah, kemudian sejak itu beliau senantiasa menjaga shalatnya, dalam keadaan apapun…

Ujar beliau: “Dalam Islam tidak ada bagian surga bagi yang meninggalkan shalat”, saat salah satu sahabat bertanya, kemudian beliau mendirikan shalat dengan luka yang masih mengalirkan darah.

Namun tidak hanya terdepan dalam ibadah,,tercatat dalam gilang gemilangnya Islam,
Abu Bakar ash Shiddiq, seorang usahawan ulung yang selalu menginfakkan seluruh hartanya untuk Islam namun tidak lama pasti hartanya kembali berlimpah. Usamah bin Zaid bin Haritsah yang menjadi panglima perang dalam usia 18 tahun, dan beliau memperoleh kemenangan.

Ah itu sahabat, manusia-manusia mulia yang punya kesempatan hidup bersama Rasulullah, dididik langsung oleh Rasulullah…

Sedang saya?

Masih layakkah pembelaan ini terlintas dalam hati?
Sedang Allah telah memberikan nikmat tak terperi…


Ya Rabb, tuntunlah hamba kepada cahaya…


Pada terangMu yang menunjukkan


Pada benderangMu yang tidak membutakan 


Leave a Reply