m e m u l a i


posted by ayu on

No comments

Berjingkat kesadaran meniadakan lamunan
Bersitatap dalam gagap tak berkesudahan
Hening bergeming

Penggal sadar merayapi jejaring mimpi
Lalu buai berbunga menyentuh hangat di pelataran jiwa

Masih pekat di penghabisan pandang

Lekat tatap menelisik terang

menjemput semburat
menghampiri kerling matahari

seketika,
ubun ubun membaui teduh tanpa tersentuh






Sebentuk gelombang kesadaran menyapa saya saat itu. Ketika dalam sebuah dauroh, saya melihat ummahat ummahat yang tak kehilangan semangat dakwahnya, didampingi abinya anak anak yang seolah berlomba dengan istri tercinta dalam medan perjuangan.

Indah sekali..



Maka saya kemudian tepekur.

Menopang dagu dan menggelar monolog monolog tanpa bosan.



Sebuah pernikahan..

Seharusnya merupakan sinergi, merupakan fungsi perkalian, bukan sekadar penjumlahan, dan jangan sampai menjadi fungsi pengurangan.

Ada dua kekuatan yg disatukan, agar lebih dan lebih nilai kemanfaatan.

Ada dua potensi yang disandingkan, hingga saling melengkapi dan bukan meniadakan.



Sementara saya masih tergagap pada hal hal atributif, dan mengesampingkan hal hal fundamental.



Sekali lagi, pernikahan adalah ibadah.

Separuh agama..



Dan kemudian keheningan panjang memberi saya kesempatan untuk kembali bermonolog dalam ruang benak yang tak pernah kesepian.



Sebentuk kesadaran menyapa saya saat itu.

Meski penggal itupun dibarengi kesadaran lain, bahwa apa apa yang saya siapkan untuk sebuah sunnah indah ini belumlah apa apa. Bahwa saya belum berbekal..

Tapi...saya tidak ingin berhenti. Saya memilih untuk tidak menyerah. Saya bersedia dan akan belajar. Meski akan lamban, tapi saya berharap seseorang disamping saya berkenan bersabar. Dan bersedia untuk terus menerus menghangatkan jiwa saya dengan kelapangan pengertian dan sayang yang tak berkesudahan.



Sebentuk kesadaran menyapa saya saat itu.

Kesadaran lain yang mengatakan bahwa saat ini, boleh jadi saya masih kurang perbekalan. Sebab kesadaran tidak serta merta menyelesaikan segalanya dengan menyediakan bekal tanpa harga. Namun berawal dari kesadaran itulah segala keniscayaan. Berbekal niat pada kebaikan, saya belajar untuk berbekal. Dan berupaya agar senantiasa tertuju hati pada tujuan indah yang tak mungkin saya capai sendiri..



Sebentuk kesadaran menyapa saya saat ini.

Untuk menjemput semburat,

Menghampiri kerling matahari..

M e m u l a i

Leave a Reply